Labels

Rabu, 23 November 2011

Tolong...

oleh Cenri Irawan Ponto pada 16 Januari 2010 jam 13:53
 
 
Setelah menyaksikan tayangan televisi di R*TI tentang seorang anak yang menjual kecrekan untuk biaya sekolahnya, aku makin teringat dengan sebuah kejadian ketika aku hendak pulang dari RUPER, seorang anak berambut panjang berbaju merah muda model gaun menyeberang jalan bersamaku sambil memegang kantung plastik, beberapa langkah menuju pinggir jalan yang juga depan sebuah mall, gadis kecil berambut panjang itu tiba-tiba bertanya pada ku

“ Kak Bandara Hasanuddin dimana?”

Sambil menepi menuju ketempat yang lebih aman dari kendaraan ku menjawab “ di sana (sambil menunjuk) “
Sambil memindahkan kantung plastik putih yang nampaknya berat ke tangan yang lain ia pun berkata “ Kak saya mau minta tolong, ayo kesana (sambil menuju pintu gerbang Mall)
Aku pun ikut menepi, kemudian ia bercerita dengan gaya bicara yang aneh menurutku bagi anak makassar, logat kalo istilah di kotaku.

“ Kak tadi aku dari MP bukan yang disini tapi yang di sana (ia menunjuk ke arah MP, tapi aneh kok M*os di bilang MP ya??? ) terus saya beli kue di suruh tante (sambil memperlihatkan kantongannya) terus saya mau beli obat untuk kakek lalu uang itu hilang kak, saya mau jual kue ini untuk beli obat kakek

( begitu kira-kira aku agak lupa tapi aduh di sini nich entah napa ya aku jadi punya beberapa pertimbangan setelah dengar cerita anak itu 1. ingat program TV yang serupa di R*TI siapa tahu bisa nolong dan dapat hadiah, sambil beusaha nyari kamera atau peralatan pengeras suara he.he.he. 2.Ingat penipuan yang kadang terjadi di kota ini apa lagi “keanehan” gaya bicara anak itu.3.Pengen nolong tapi aku bisa tolong apa ya???lagian aku buru-buru. Tapi walaupun demikian aku memutuskan untuk tetap dengar ceritanya, bukan karena hal 1 tadi tapi siapa tahu aku bisa bantu walaupun aku rada-rada terganggu coz emang lagi buru-buru sih )

Lalu anak itu berkata “saya mau jual kue ini kak (sambil menunjukkan dan membuka sedikit kantong plastiknya, gak jelas sih apa isinya tapi kayaknya kue pawa ).

“Berapa harganya?”

“dua ribu lima ratus satu biji, ada 40 biji jadi berapa itu semuanya (ia bertanya,aku juga berusaha hitung tapi aku emang payah hitung-hitung jadi keduluan jawab ama anak itu hehehe) dua ratus ribu semuanya” tukasnya sambil menunjukkan respon yang entah mengapa buatku agak curiga...dia mau menipu atau emang tim reality show itu???

Agak kecewa sih ketika tahu harganya segitu coz aku ndak bisa bantu, duitku cuma cukup untuk naik pete-pete sehingga aku bilang gini

“dua ratus ribu???uangku kayaknya gak cukup deh tinggal cukup untuk pulang, berapa ya...(sambil ingat-ingat) cuma delapan ribu, maaf ya tidak bisa bantu...coba minta tolong sama ibu itu” (sambil menunjuk pada seorang ibu yang menurutku alim, terlihat dari pakaiannya yang mengenakan jilbab dan jubah besar).

Setelah aku memberi saran pada anak itu, anak itu pun berlalu dari ku dan pergi menuju ke arah ibu yang aku tunjukkan tadi. Aku pun bergegas naik pete-pete sambil menduga-duga, ini betulkah perkataan anak tadi, penipuankah, atau aku masuk reality show??? Sambil bergegas aku pun berusaha mencari-cari kamera atau apalah...dan naik pete-pete pun aku kepikiran bahkan sampai aku mengetik kisah ini...

Hal yang aku pikirkan dan bisa aku pelajari adalah....

1. Mau tidak mau, suka atau tidak suka aku sudah menjadi orang yang tidak tulus bahkan jahat, kenapa? Karena begitu banyak pertimbangan ketika hendak menolong dan pertimbangan itu memang lebih mengarah pada “apa dampaknya bagi saya” ketimbang “apa dampaknya bagi orang itu”. Bagaimana kalau benar kakeknya butuh obat? Atau kalau itu benar-benar penipuan berarti aku sudah salah dengan menyarankan orang lain untuk menolong anak itu, betapa jahatnya aku... hm...sedih sekaligus bersyukur bisa tahu kalo aku punya ego sedemikian. Sedih karena aku begitu banyak belajar tentang mengasihi bahkan menyerukan kepada orang-orang tentang mengasihi tetapi justru dalam keadaan seperti demikian aku tidak menjadi apa yang seharusnya hm...malu jadinya ...sedih. Bersyukur karena aku bisa tahu sejauh mana diriku bertumbuh dan itu buatku harus memaksa diri untuk lebih lagi menjadi apa yang seharusnya diriku.

2. Bagian yang lain yang bisa aku pelajari adalah bahwa tendensi-tendensi yang hadir membuat seseorang mengurungkan niat untuk menyatakan apa yang harus sebenarnya ia lakukan, misalnya seperti kasus ini, karena pernah mendengar tentang penipuan yang biasa terjadi maka aku pun urung untuk berbuat baik. Tetapi hal lain bahwa tendensi-tendensi pun bisa buat orang mau menolong ya misalnya karena sudah tahu ada reward ketika melakukannya hm...aku jadi ingat kata seorang kakak padaku beberapa tahun yang lalu

“Jika mau berbuat baik, berbuatlah jangan bertanya lagi, jangan ada pertimbangan...”

kata-kata itu dan kejadian dengan anak itu membuatku aku lebih dalam memahami bagaimana seharusnya, berbuat seharusnya tidak di dasari oleh tendensi atau dugaan-dugaan tetapi lebih pada apa yang sebenar-benarnya harus di lakukan terlepas apapun pertimbangan-pertimbangan itulah keikhlasan, itulah ketulusan yaitu dimana pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut ego dikalahkan.

3. Dari sudut pandang yang lain aku memahami perasaan orang-orang yang pernah aku tonton di reality show di R*TI itu dimana aku paham saat mereka tidak menolong...memahami kecurigaan mereka, memahami betapa banyak alasan dari mereka untuk tidak menolong dan itu tak bisa di salahkan bukan hak kita untuk menghakimi hanya saja jika kita tahu mana yang seharusnya dilakukan tapi tidak kita lakukan maka itu salah tapi kembali lagi itu bukan urusan orang lain, hanya kita saja yang harus menyadari, hanya kita.


Hm....semoga kita bisa melakukan apa yang harusnya kita lakukan dalam kondisi apapun....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...